Sebagaimana telah kita sadari bahwa arus globalisasi seolah
telah menghilangkan batas antar negara. Perbedaan identitas antara “bangsa
kita” dengan “bangsa mereka” telah menjadi kabur. Dilihat dari aspek
ekonomi-moneter, informasi, teknologi hubungan antar negara seolah tidak lagi
ada lembaga yang berdaulat. Jargon yang dikembangkan Amerika sebagai masyarakat
dunia sebagai pengganti dunia bebas seolah telah menetrasi kedalam kesadaran
kolektif masyarakat. Nasionalisme seolah tidak dibutuhkan lagi.
Fakta membuktikan bahwa setiap bangsa masih membutuhkan dan
menegakkan nasionalisme. Bagaimana kita mengetahui bangsa malaysia harus
membatasi jumlah pekerja yang datang dari luar negeri, termasuk mengusir TKI,
Amerika yang masih tetap mempermasalahkan kematian beberapa warganya di Irian.
Bagaimana bangsa-bangsa maju masih mengenakan pembatasan(kuota) pada produk negara
kita?.
Sudah barang tentu ada pelbagai pilihan untuk menghadapi
ancaman kapitalisme di era globalisasi yang kini telah melaksanakan agenda
neo liberalisme. Kita tidak pasrah bongkokan terhadap perkembangan
kapitalisme di era globalisasi ini. Barangkali langkah yang paling mungkin
adalah berelasi dengan kapitalisme global dengan tetap kritis dan kreatif dalam
mensiasatinya. Agar tidak larut dalam proses globalisasi yang lebih banyak
menguntungkan kapitalisme, proses pencerdasan bangsa menjadi tuntutan utama.
Masyarakat yang cerdas tidak dengan mudah larut dengan proses penyeragaman pola
pikir dan gaya hidup –gaya dan pola makan hingga cara berpikir-- yang semakin
marak di jaman globalisasi.
Keprihatinan bangsa dan masyarakat yang sedang terjadi dapat
menjadi lahan untuk merenung dan mempertanyakan serta merumuskan identitas diri
serta membangun kesadaran kolektif.Perasaan rendah diri (inferiority feeling)
yang melanda bangsa Indonesia perlu digugat kembali sehingga kita dapat berdiri
tegak dan menatap kedepan. Potensi kemanusiaan yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia harus dibangkitkan kembali dengan cara disiplin dan kerja keras.
Kualitas diri dan prestasi tidak akan dapat diperoleh tanpa ada kerja keras
sehingga kemungkinan perubahan struktur dapat disiasati secara cerdas.
Mereka yang cerdas dapat memahami historisitas diri dan
masyarakatnya, sehingga dapat berelasi dengan orang lain. Sebagai individu
perlu berelasi dengan individu atau kelompok lain sehingga kebutuhan akan
kerjasama dan membangun jejaring (networking) menjadi kebutuhan. Dalam
proses membangun dan mengembangkan jejaring dibutuhkan saling percaya. Saling
percaya hanya akan muncul kalau dilandasi oleh kejujuran dan tuntutan untuk
saling menjaga kualitas. Kecerdasan, kepercayaan diri, jejaring yang dilandasi
oleh kejujuran tidak hanya dapat membangun komunitas baru yang lebih baik,
melainkan juga dapat menghapus stigma rendah diri, sektarianisme dan
otoritarianisme.
Kapan kita bangga sebagai bangsa Indonesia? Negara Indonesia
yang mempunyai kekayaan alam luar biasa namun kehidupan sebagian besar
masyarakatnya sangat menderita bukanlah akibat takdir, melainkan kelalaian kita
sebagai manusia yang terlalu cepat pasrah dan menyerah sebelum bekerja keras
membanting tulang, memeras otak, menegakan keadilan dan larut dengan buaian
kesadaran palsu yang diciptakan kapitalisme. Di pundak warga yang sadar akan
situasi keprihatinan yang dihadapi bangsa obor nasionalisme dapat dinyalakan
untuk menerangi rimba kegelapan. Mari kita mulai dari diri kita, keluarga kita,
organisasi kita, masyarakat kita dan nantinya akan bermuara pada bangsa kita.
Semoga dari aktivitas yang kecil dapat merembes kemana-mana sehingga impian the
founding fathers dan kita menjadi bangsa yang merdeka, adil dan makmur
dapat terwujud. Amien.
No comments:
Post a Comment