Social Icons

Pages

Sunday 9 June 2013

Diperlukan Rumusan Baru Tentang Wawasan Kebangsaan

Sebagaimana telah kita sadari bahwa arus globalisasi seolah telah menghilangkan batas antar negara. Perbedaan identitas antara “bangsa kita” dengan “bangsa mereka” telah menjadi kabur. Dilihat dari aspek ekonomi-moneter, informasi, teknologi hubungan antar negara seolah tidak lagi ada lembaga yang berdaulat. Jargon yang dikembangkan Amerika sebagai masyarakat dunia sebagai pengganti dunia bebas seolah telah menetrasi kedalam kesadaran kolektif masyarakat. Nasionalisme seolah tidak dibutuhkan lagi. Dalam konteks yang demikian dibutuhkan perenungan kembali terhadap pelbagai asumsi yang terkait dengan nasionalisme agar kita tidak mengidap amnesia struktural.
Di masa lalu nasionalisme dengan mudah dapat digambarkan dengan metafor identitas antar bangsa yang dijajah dengan bangsa yang menjajah. Mereka secara fisik dengan mudah dapat dikenalkan pada masyarakat luas. Itulah tahap kolonialisme. Namun sejak era neo-kolonialisme kekuatan kapitalis tidak lagi dianggap sebagai musuh, tetapi justru dianggap sebagai juru selamat karena berhasil memberikan bantuan modal dan skill. Belum sampai muncul kesadaran yang tuntas akan kungkungan neo-kolonialisme kapitalisme telah muncul dengan wajah baru yaitu neo-neo kolonialisme yang lebih mengandalkan informasi. Kekuatan kapitalis global telah dijadikan sebagai pelindung dan penyelamat bangsa yang terpuruk.
Sudah barang tentu ada pelbagai pilihan untuk menghadapi ancaman kapitalisme yang kini dalam wacana telah melaksanakan agenda neoliberalisme mulai dari kesediaan untuk menganut nasionalisme yang sempit dan mengisolasi diri, menghadapi kekuatan kekuatan kapitalisme secara diametral dan frontal hingga pilihan pada sikap yang kreatif untuk tetap mandiri dalam berinteraksi hingga pasrah bongkokan pada agenda kapitalisme global. Pilihan paling ektrim dengan mengisolasi diri dari pergaulan dunia jelas tidak realistis dus ahistoris. Pilihan yang terlalu permisif terhadap agenda neoliberalisme jelas asosial dus ahistoris. Sementara menghadapi neoliberalisme secara frontal dan diametral sulit terealisir dalam kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik bangsa Indonesia yang sangat rapuh.
Barangkali langkah yang paling mungkin adalah berelasi dengan kapitalisme global dengan tetap kritis dan kreatif dalam mensiasatinya. Agar tidak larut dalam proses globalisasi yang lebih banyak menguntungkan kapitalisme, proses pencerdasan bangsa menjadi tuntutan utama. Masyarakat yang cerdas tidak dengan mudah larut dengan proses homogenisasi pola pikir dan gaya hidup –gaya dan pola makan hingga cara berpikir-- yang semakin marak di jaman globalisasi.
Keprihatinan bangsa dan masyarakat yang sedang terjadi dapat menjadi lahan untuk merenung dan mempertanyakan serta merumuskan identitas diri serta membangun kesadaran kolektif.Perasaan rendah diri (inferiority feeling) yang melanda bangsa Indonesia perlu digugat kembali sehingga kita dapat berdiri tegak dan menatap kedepan. Potensi kemanusiaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia harus dibangkitkan kembali dengan cara disiplin dan kerja keras. Kualitas diri dan prestasi tidak akan dapat diperoleh tanpa ada kerja keras sehingga kemungkinan perubahan struktur dapat di siasati secara cerdas.
Mereka yang cerdas dapat memahami historisitas diri dan masyarakatnya, sehingga dapat berelasi dengan orang lain. Sebagai individu perlu berelasi dengan individu atau kelompok lain sehingga kebutuhan akan kerjasama dan membangun jejaring (networking) menjadi kebutuhan.
Dalam proses membangun dan mengembangkan jejaring dibutuhkan saling percaya. Saling percaya hanya akan muncul kalau dilandasi oleh kejujuran dan tuntutan untuk saling menjaga kualitas. Kecerdasan, kepercayaan diri, jejaring yang dilandasi oleh kejujuran tidak hanya dapat membangun komunitas baru yang lebih baik, melainkan juga dapat menghapus stigma rendah diri, sektarianisme dan otoriterianisme.
Kapan kita bangga sebagai bangsa Indonesia? Negara Indonesia yang mempunyai kekayaan alam luar biasa namun kehidupan sebagian besar masyarakatnya sangat menderita bukanlah akibat takdir, melainkan kelalaian kita sebagai manusia yang terlalu cepat pasrah dan menyerah sebelum bekerja keras membanting tulang, memeras otak, menegakan keadilan dan larut dengan buaian kesadaran palsu yang diciptakan kapitalisme. Di pundak warga yang sadar akan situasi keprihatinan yang dihadapi bangsa obor nasionalisme dapat dinyalakan untuk menerangi rimba kegelapan. Mari kita mulai dari diri kita, keluarga kita, organisasi kita, masyarakat kita dan nantinya akan bermuara pada bangsa kita. Semoga dari aktivitas yang kecil dapat merembes kemana-mana sehingga impian the founding fathers dan kita menjadi bangsa yang merdeka, adil dan makmur dapat terwujud. Amien.

No comments:

Post a Comment