Sebagaimana
telah kita sadari bahwa arus globalisasi seolah telah menghilangkan batas antar
negara. Perbedaan identitas antara “bangsa kita” dengan “bangsa mereka” telah
menjadi kabur. Dilihat dari aspek ekonomi-moneter, informasi, teknologi
hubungan antar negara seolah tidak lagi ada lembaga yang berdaulat. Jargon yang
dikembangkan Amerika sebagai masyarakat dunia sebagai pengganti dunia bebas
seolah telah menetrasi kedalam kesadaran kolektif masyarakat. Nasionalisme
seolah tidak dibutuhkan lagi. Dalam konteks yang demikian dibutuhkan perenungan
kembali terhadap pelbagai asumsi yang terkait dengan nasionalisme agar kita
tidak mengidap amnesia struktural.
Di masa lalu
nasionalisme dengan mudah dapat digambarkan dengan metafor identitas antar
bangsa yang dijajah dengan bangsa yang menjajah. Mereka secara fisik dengan
mudah dapat dikenalkan pada masyarakat luas. Itulah tahap kolonialisme. Namun
sejak era neo-kolonialisme kekuatan kapitalis tidak lagi dianggap sebagai
musuh, tetapi justru dianggap sebagai juru selamat karena berhasil memberikan
bantuan modal dan skill. Belum sampai muncul kesadaran yang tuntas akan
kungkungan neo-kolonialisme kapitalisme telah muncul dengan wajah baru yaitu
neo-neo kolonialisme yang lebih mengandalkan informasi. Kekuatan kapitalis
global telah dijadikan sebagai pelindung dan penyelamat bangsa yang terpuruk.
Sudah barang
tentu ada pelbagai pilihan untuk menghadapi ancaman kapitalisme yang kini dalam
wacana telah melaksanakan agenda neoliberalisme mulai dari kesediaan untuk
menganut nasionalisme yang sempit dan mengisolasi diri, menghadapi kekuatan
kekuatan kapitalisme secara diametral dan frontal hingga pilihan pada sikap
yang kreatif untuk tetap mandiri dalam berinteraksi hingga pasrah bongkokan
pada agenda kapitalisme global. Pilihan paling ektrim dengan mengisolasi diri
dari pergaulan dunia jelas tidak realistis dus ahistoris. Pilihan yang terlalu
permisif terhadap agenda neoliberalisme jelas asosial dus ahistoris. Sementara
menghadapi neoliberalisme secara frontal dan diametral sulit terealisir dalam
kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik bangsa Indonesia yang sangat rapuh.
Barangkali
langkah yang paling mungkin adalah berelasi dengan kapitalisme global dengan
tetap kritis dan kreatif dalam mensiasatinya. Agar tidak larut dalam proses
globalisasi yang lebih banyak menguntungkan kapitalisme, proses pencerdasan
bangsa menjadi tuntutan utama. Masyarakat yang cerdas tidak dengan mudah larut
dengan proses homogenisasi pola pikir dan gaya hidup –gaya dan pola makan
hingga cara berpikir-- yang semakin marak di jaman globalisasi.
Keprihatinan
bangsa dan masyarakat yang sedang terjadi dapat menjadi lahan untuk merenung dan
mempertanyakan serta merumuskan identitas diri serta membangun kesadaran
kolektif.Perasaan rendah diri (inferiority feeling) yang melanda bangsa
Indonesia perlu digugat kembali sehingga kita dapat berdiri tegak dan menatap
kedepan. Potensi kemanusiaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia harus
dibangkitkan kembali dengan cara disiplin dan kerja keras. Kualitas diri dan prestasi
tidak akan dapat diperoleh tanpa ada kerja keras sehingga kemungkinan perubahan
struktur dapat di siasati secara cerdas.
Mereka yang
cerdas dapat memahami historisitas diri dan masyarakatnya, sehingga dapat
berelasi dengan orang lain. Sebagai individu perlu berelasi dengan individu
atau kelompok lain sehingga kebutuhan akan kerjasama dan membangun jejaring
(networking) menjadi kebutuhan.
Dalam proses
membangun dan mengembangkan jejaring dibutuhkan saling percaya. Saling percaya
hanya akan muncul kalau dilandasi oleh kejujuran dan tuntutan untuk saling
menjaga kualitas. Kecerdasan, kepercayaan diri, jejaring yang dilandasi oleh
kejujuran tidak hanya dapat membangun komunitas baru yang lebih baik, melainkan
juga dapat menghapus stigma rendah diri, sektarianisme dan otoriterianisme.
Kapan kita
bangga sebagai bangsa Indonesia? Negara Indonesia yang mempunyai kekayaan alam
luar biasa namun kehidupan sebagian besar masyarakatnya sangat menderita
bukanlah akibat takdir, melainkan kelalaian kita sebagai manusia yang terlalu
cepat pasrah dan menyerah sebelum bekerja keras membanting tulang, memeras
otak, menegakan keadilan dan larut dengan buaian kesadaran palsu yang
diciptakan kapitalisme. Di pundak warga yang sadar akan situasi keprihatinan
yang dihadapi bangsa obor nasionalisme dapat dinyalakan untuk menerangi rimba
kegelapan. Mari kita mulai dari diri kita, keluarga kita, organisasi kita,
masyarakat kita dan nantinya akan bermuara pada bangsa kita. Semoga dari
aktivitas yang kecil dapat merembes kemana-mana sehingga impian the founding
fathers dan kita menjadi bangsa yang merdeka, adil dan makmur dapat terwujud.
Amien.
No comments:
Post a Comment